Teruntuk senja yang jingga,
Hai, apa kabar senja? Bukankah kita sudah lama tak bertemu?
Oh, aku lupa. Aku lupa bahwa kita selalu bertemu. Bertemu di tempat yang sama
namun tak pernah bertegur sapa. Bertemu di waktu yang sama namun hanya
memandang mata. Bertemu di rasa yang sama namun tak sanggup berkata.
Tahun
lalu, aku masih ingat ketika aku bersamamu senja. Tertawa lepas tanpa alasan.
Beradu mulut tanpa takut ada yang terluka. Berdua tanpa peduli apa yang mereka
katakan tentang kita. Kita masih sedekat nadi. Masih ada kata kita diantara
kata. Masih ada. Masih sebelum akhirnya kita saling melepas. Melepas semua rasa
yang kau pendam. Melepas semua. Mungkin yang tersisa adalah aku yang tak pernah
mengerti dan kau yang berhenti peduli. Kau yang berpaling padanya dan berkata
bahwa takkan ada cinta yang lain lagi.
Kau yang berkata bahwa cintamu telah terganti.
Kau yang merasa bahwa kita tak sehati. Katamu rasa ini mati. Sudah terlalu lama
terbalut sendu yang kubuat sendiri. Katamu aku tak pernah mengerti. Tak pernah
mengerti bahwa ini bukan ilusi. Ini bukanlah sebuah mimpi. Separuhnya kau
benar, separuhnya kau salah. Kau benar, aku tak pernah peduli. Tentang rasamu,
tentangmu yang selalu memandangku, tentangmu dan secangkir kopi kesukaanmu. Kau
salah, ingin aku tanyakan padamu, apakah
kau sadar bahwa kau tak pernah mengungkapkan rasamu padaku? Apakah ini
sepenuhnya salahku? Salahku yang tak pernah sadar kau mengungkapkan lewat
lakumu. Kau bukan satu satunya yang terluka. Sadarkah kau di balik gadis bodoh ini tersimpan sosok
perempuan yang tak ingin kau sakit? Sadarkah kau bahwa dalam diriku yang
mungkin tak pernah berarti apapun bagimu ini ada seorang perempuan yang sedang
menjaga cintanya hanya untukmu satu-satunya? Sadarkah kau bahwa dalam rumitnya
sikapku, tersembunyi seorang perempuan yang ingin kau seperhatian dulu
lagi. Sadarkah kau, aku sendiri menahan
nyeri. Berulang kulafal rasa sesaknya sama. Sadar pada akhirnya aku akan
sendiri.
Tapi lihat dan dengarlah senja.
Jika kau sekarang berpikir bahwa kau mengagumiku, mungkin
jawabannya iya. Jika kau berpikir bahwa kau memujaku, mungkin jawabannya iya.
Dan jika kau berpikir bahwa rasa kagummu itu berubah menjadi cinta, maka
jawabannya tidak.
Kau tidak benar benar mencintaiku senja. Apakah itu uangku,
nama, dan gengsi yang kau dapatkan karena mendapatkanku, ataukah rupaku, aku
tidak tahu, tetapi yang jelas, itu bukan cinta.
Karena, jika kau cinta kepadaku, maka kau akan berusaha
begitu keras untuk membuat yang kau cintai berpaling kepadamu, tidak berjalan
ke arah orang lain. Berusaha begitu keras sehingga rasanya dirimu hampir gila.
Hingga terkadang, ada saatnya kau ingin lari ke pelukan orang lain saja. Kau
lelah mempertahankan segalanya ketika perlahan lahan, tetapi pasti, segalanya
hancur di depan matamu tanpa kau tahu mengapa. Dan, ketika kau pergi ke pelukan
orang lain, kau tahu segalanya tidak mungkin bisa jika hanya cinta selewat dan
main main.
Tetapi, ketika kau gagal mempertahankan cintamu, dan cintamu
itu pergi, kau akan memperhatikannya dari jauh, sambil mengutuk keras dalam
hati. Kesal dan amarah ada padamu. Tetapi, jika cintamu berkata kepadamu bahwa
ia menginginkan orang lain, kau hanya akan mengangguk, kau berharap cintamu kan
bahagia bersama orang lain itu. Dan kau takkan memaksanya kembali ke dalam
pelukanmu lagi walau hatimu berkata tidak.
Dari perempuan ,
yang selalu berubah menjadi sedingin es pada senja.
0 komentar:
Posting Komentar